Dianggap Cacat Prosedural, Penetapan Dewan Kota Jakarta Ditolak Fraksi PKB

  • Bagikan
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD DKI Jakarta M. Fuadi Luthfi. (Istimewa).

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD DKI Jakarta M. Fuadi Luthfi menegaskan menolak penetapan anggota Dewan Kota (Dekot) Jakarta terpilih periode 2024-2029 yang ditetapkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi.

Fuadi menilai penetapan tersebut cacat prosedural lantaran tidak melibatkan Komisi A DPRD DKI Jakarta, yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan.

“Kami sampai pada satu kesimpulan bahwa penetapan Dekot periode 2024-2029 cacat prosedural,” tegas Fuadi Jumat (27/12).

Fuadi meminta agar Keputusan Gubernur Jakarta No. 854 Tahun 2024 tertanggal 23 Desember 2024 yang mengesahkan penetapan anggota Dekot periode 2024-2029 segera direvisi atau ditinjau ulang. 

Ia mendesak penetapan Dewan Kota dilakukan melalui mekanisme sebenarnya. Seharusnya, kata Fuadi, setelah seleksi di tingkat kota rampung, tim seleksi menyerahkan hasil kepada Pj Gubernur Jakara untuk selanjutnya diserahkan ke pimpinan di DPRD.

Nantinya, DPRD melalui Komisi A akan melakukan pendalaman terhadap calon dewan kota dan membuatkan rekomendasi kepada Ketua DPRD. Barulah, Ketua DPRD menyerahkan rekomendasi kepada Pj Gubernur untuk dilaukan penetapan. 

“Tetapi dilakukan pendalaman di Komisi A selaku mitra Pemprov DK Jakarta di bidang pemerintahan. Selanjutnya dari Komisi A barulah rekomendasi dikeluarkan pada pimpinan DPRD, lalu diumumkan oleh Pj gubernur,” jelas Fuadi. (dika)

Fuadi juga mempertanyakan dasar pengambilan keputusan sepihak oleh Pj Gubernur Jakarta Teguh yang langsung mengumumkan nama-nama anggota Dekot tanpa pendalaman di Komisi A DPRD. Ia mengkhawatirkan adanya potensi kepentingan tertentu atau politik transaksional dalam proses ini.

“Jangan-jangan ada kepentingan sepihak dan politik transaksional,” terangnya.

Padahal, menurut Fuadi, seleksi anggota Dekot telah dilakukan secara terbuka melalui panitia seleksi di tingkat kecamatan dan kota. Namun, tahapan berikutnya justru berlangsung tertutup, tanpa melalui mekanisme Komisi A DPRD.

“Ini jelas menimbulkan disinformasi di tengah masyarakat, seolah-olah proses seleksi berjenjang yang berlangsung selama ini hanya sekadar seremonial. Terkesan tidak taat prosedur dan transaksional,” kata Fuadi.

  • Bagikan